Meski hanya tamat SMA, Ubaidilah memiliki bisnis yang mampu memberinya
pendapatan tambahan puluhan juta rupiah per bulan. Menurut dia, penghasilan
tambahannya berlipat dari gaji sebagai karyawan di sebuah lembaga pendidikan.
Telinga
Ubaidilah selalu meradang ketika mendengar pendapat miring sebagian masyarakat
tentang karakter warga Betawi. Masyarakat melabeli putra Betawi sebagai warga
yang jarang mengenyam pendidikan tinggi, mengandalkan hidup dari jual beli
tanah, atau menjadi juragan rumah kontrakan.
Jadilah Ubai
kecil mencoba melawan pendapat itu. Ia mengasah jiwa entrepreneurship dengan
menjadi pedagang kecil-kecilan. Sekadar mengisi waktu luang selepas sekolah.
“Saya pernah jualan layang-layang. Saat Ramadhan, saya memanfaatkan momen
dengan berjualan petasan, “Kenang dia, terkekeh. Bahkan, menghabiskan waktu
membantu kakaknya dagang di pasar.
‘Kebiasaan’
berdagang ini berlanjut hingga Ubai berkarir di Lembaga Bimbingan Belajar AKSEL
(Nurul Fikri Group), sebagai Manajer Operasional. Saat ini, pria kelahiran
Bogor, 29 September 1982 ini memiliki empat unit usaha.
Pada 2008, ia
memulai jejak bisnis dengan mendirikan Toko Herbal Nadia. Dua tahun kemudian,
Ubai membeli franchise Susu Oke. Di tahun yang sama, ia juga menjadi investor
gerai Bakso Kepala Sapi. Dan, yang paling gres, Ubai menggandeng kawan untuk
membuka gerai Soto Kauman di Gandul, Cinere, Depok. “Untuk Soto Kauman saya
pakai sistem bagi hasil 60:40. Di mana 40% untuk saya“, imbuh lelaki yang Cuma
tamatan SMA ini.
Lalu, dari
mana Ubai mendapatkan modal usaha? “Modal dengkul!,”seloroh Ubai. Ia menjelaskan
tak mungkin mengandalkan gaji untuk modal usaha. “Saya berupaya membangun
bisnis dengan baik dan jujur agar orang jadi percaya. Dari situ, investor bakal
yang tertarik membantu bisnis saya. “Kata Ubai. Namun, untuk mendirikan bisnis
pertama, Ubai mengaku harus menggadaikan mas kawin.
Padahal, saat
akan menikah, ia sempat terbelit utang. Untungnya, bisnis pertama menunjukkan
progres yang baik. Alhasil, investor mulai bedatangan. Selanjutnya, Ubai
tinggal pandai-pandai saja memutar uang untuk memodali dan membangun bisnis
selanjutnya. Track record bisnisnya yang bersih membuat Ubai tidak sulit
mendapatkan kepercayaan investor.
Oleh karena
masih bekerja kantoran, Ubai harus pandai-pandai mengatur waktu. “Tak ada kata
libur dalam kamus saya,” tegas Ubai. Selepas bekerja kantoran, ia akan mengurus
toko herbal dan dua gerai kuliner miliknya. Di akhir pekan, ia menghabiskan
waktu untuk mengontrol seluruh bisnisnya. Beruntung, Ubai tak mendapatkan
masalah dari perusahaan tempat ia bekerja saat ini. “Selama tidak mengganggu
pekerjaan dan mencuri waktu mengurus bisnis di jam kerja, “tutur Ubai yang
telah mengabdikan diri di Nurul Fikri Group selama 11 tahun.
Kini, Ubai
menuai buah manis dari bisnis yang dirintisnya. Dalam satu bulan, bisnis toko
herbal memberinya profit Rp20 jutaan, gerai susu juga memberinya Rp20 jutaan
perbulan. Gemerincing uang Ubai makin bertambah dari bagi hasil gerai bakso dan
soto.
Seharusnya,
dengan penghasilan tambahan sedemikian besar, yang berlipat dari gaji
bulanannya, Ubai sudah memutuskan untuk pindah kuadran. Tapi, “Watunya belum
tepat. Jika semua sudah benar-benar siap dan kondisinya sudah stabil saya akan
menjadi entrepreneur penuh waktu,” janji Ubai. Kendati demikian, ia mengaku
puas.
Menjadi
entrepreneur di sela-sela kesibukan sebagai orang karyawan, Ubai mampu
mematahkan stereotipe putra betawi yang hanya sukses menjadi tukang calo tanah
atau juragan kontrak. “saya bangga bisa sukses berbisnis,” tutup dia, bangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar